ABCDEFGH Story (Chap. 1)

FIREYN ©ALL RIGHT RESERVED
ALL PARTS OF THIS STORY IS MINE! NO OTHER AUTHORS! PLEASE DON’T STEAL, COPY AND RE-POSTING WITHOUT CONFIRM AND HOTLINK!
DON’T PLAGIARIZE!
ALL SIN THAT YOUR BUSSINES
TOLERATE ALL TYPO AND GRAMMATICAL ERROR
KEEP COMMENT AND NO SILENT READERS HERE PLEASE!

 

Dedicated for :

  • My Pakistan Future Prince, WAHEED ULLAH KHAN (sudah move on sekarang hahaha)
  • My Korean Beloved Oppa, JANG WOOYOUNG
  • My Handsome Half-Blood, ZAYN JAWAAD MALIK
  • My Philiphines Penpal, FAHAD UNDONG
  • My Romantic Thai Prince, NICHKHUN BUCK HORWEJKUL and MARIO MAURER
  • Laras’s Singaporean Abang, MOHD. YAZID (sory for using the name)

Hehehehehe ^-^v

 

No girl -_-

But, this for all girl in the world who still keep their dream 🙂

__________________________________________________________

Bermimpi itu menajubkan. Serasa kita bisa mengatur sendiri drama yang ada dalam hidup. Kita berdiri sebagai sutradara dan menggerakkan karakter sesuka hati.

***

Yasmin melangkahkan kakinya keluar pesawat. Dalam-dalam diresapinya udara Seoul. Inikah rasanya iklim subtropis? batinnya. Matahari bersinar cukup terik siang itu walau saat ini sedang musim dingin. Ia turun menuju arrival dan mengambil bagasinya.

“Hah…Korea, I’m here!” Ia lalu menatap sekeliling. Melihat wajah-wajah Korea dengan jutaan gaya fashion. Melihat dirinya, ia memakai cropped tshirt biru, dengan waist skirt krem dan beberapa pernak-pernik lucu. Di Indonesia, saat berjalan di mall-mall ia pasti akan sangat stealing attention. Tapi di Korea, tempat orang bebas berkreasi? Ia hanya ikut meramaikan hukum fashion Korea, Free style . Dan ia juga setengah menyesal tak memakai kacamata hitam yang ia beli waktu ke Senayan, dan sekarang ia terlalu malas untuk mengambil kacamata itu di koper raksasanya.

Trrr…trrr…

“Iya, abang?”

“Kau dah sampe ato belum? Aku  tungggu kau nih di bandara?” tanya suara di seberang sana.

“Udah abang sayang. Tunggulah sikit.” Trek . Sangat malas dan setengah dongkol ia meladeni abangnya yang sampai hati meneleponnya yang sedang mendorong koper-koper yang beratnya membuat Yasmin harus membayar biaya tambahan.

Dengan terburu-buru didorongnya troly keluar bandara. Bandara Incheon penuh orang-orang hilir mudik. Ia sampai kesulitan mencari. Yasmin sangat beruntung menjadi orang Jawa blasteran Singapura dengan diberi kelebihan tinggi badan. Sampai saat tangan seseorang menyentuh bahunya.

“This is yours?” tanya seorang cowok dengan wajah Timur Tengah, sepertinya dari ras Kaukasoid sambil menyodorkan sarung tangan handphone bertuliskan ‘Happy Smorfin Birthday’. ‘Oh tidak, itu kado dari Flora. Gawat kalau sampai hilang’ batin Yasmin.

“Uhmm yeah i think that is mine. Thankfully,” jawab Yasmin dengan memberikan senyum terbaiknya. Yasmin sangat ingin melihat mata cowok itu, tapi sayang ia memakai kacamata hitam.

“Welcome, by the way, why you look at me like that? Something wrong?” Tanpa sadar Yasmin sudah memandangi wajah cakep cowok itu dengan mupeng. Pastinya cowok itu ngerassa sedikit risih dipandangi seperti ada Toblerone nemplok di jidatnya yang bikin cewek-cewek pada ngiler.

“No, no. You really look perfect,” jawab Yasmin segera. Wajah Yasmin bersemu merah.

Saat cowok Kaukasoid tadi ingin mengatakan sesuatu seseorang berteriak, “Kau nak pulang tak?”

“Huh, pasti abang. Okay bye see you and thank you.” Yasmin pergi sambil melambaikan tangannya penuh semangat. Cowok itu pun membalas lambaiannya dan tersenyum sangaat manis.

“Sape kawan kau cakap tadi?” tanya orang yang menjemputnya.

“Aku nggak tahu, bang. Baru juga ketemu hari ini.”

“Tapi janganlah kau cakap ngan strangers. Bahaya tau tak.” Mereka lalu memasukkan barang bawaan Yasmin di bagasi dan dua koper lainnya harus menemani supir di kursi penumpang.

“Abang nggak bawa motor atau mobil kah?” tanya Yasmin heran.

“Disini aku belumlah dapat driving license.”

Yazid, orang yang menjemput Yasmin ini adalah kakak kandung Yasmin. Ayah mereka orang Singapura dan Ibu yang lahir dan besar di Malang. Yazid lahir dan besar di Singapura bersama kedua orang tua mereka. Justru Yasmin lahir dan tumbuh besar di Malang. Pasti ia akan sedikit bangga seandainya saja ia lahir di Singapura dan besar di Malang. Bukan apa-apa, ia akan sangat percaya diri menuliskaan ‘Singapura’ sebagai Kota sekaligus negara kelahirannya di berbagai formulir pendaftaran. Tapi ia tetap cinta Indonesia. Ia ingin mengikuti jejak Mamanya yang pintar menari tradisional. Itu juga salah satu alasan Yasmin bertahan di Indonesia bersama kakek dan nenek disamping ia tidak tega kakek dan neneknya tinggal di Malang sendiri.

“Eh, bang. Udah berapa hari di sini?”

“Barulah tiga hari. Kenapa kau tak datang awal saje? Aku capek tau bersih-bersih tak ade yang tolong,” keluh Yazid.

“Udahlah bang aku udah disini. Jangan protes lagi deh!”

“Alah adek nak masih suka ngambek je sampe sekarang. Eh kite sampai nih.”

Sekarang mereka berada di sebuah apartment yang cukup mewah untuk pelajar. Yasmin berkeliling. Apertemen ini terdiri dari 2 kamar tidur dengan kasur ukuran super dan kelihatan nyaman ditambah akses langsung ke kamar mandi di setiap kamar, satu dapur yang bergabung dengan ruang makan, satu kamar mandi kecil dan satu ruang TV. Yazid telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Ia menata sedemikian rupa sehingga cocok dengan gaya Yasmin yang sukar dijelaskan. Ia memajang segala pernak-pernik seperti fotonya, mangkok akuarium, pajangan-pajangan dan masih menyisakan tempat-tempat kosong untuk adiknya.

Yasmin masuk ke kamarnya. Masih bersih dan ‘normal’. Yazid membiarkan kamar ini agar adiknya bisa merombak kamarnya sesuka hati. Meskipun ia tahu selera mereka hampir sama, Yazid tetap tak mau mengusik kebebasan adik tersayangnya.

“Abang, aku mau mandi. Habis itu anterin adek belanja ya?” pinta Yasmin.

“Iye, abang tunggu kau disini.” Yazid pergi ke dapur dan mengambil coke.

30 menit kemudian mereka telah menyusuri jalanan malam Seoul. Dan entah karena ide gila apa, Yasmin tak memakai sweater berlawanan dengan Yazid dengan sweater dan coat saling tumpuk. Yasmin hanya bisa mendekap tangan dan sesekali menggosok-gosokkannya.

“Kau ini malam ini dingin sangat tau.”

“ Ya, kan masih awal musim dingin. Aku kira nggak sedingin ini,” kilah Yasmin.

“Udelah, nanti kita beli sweater,” timpal Yazid.

Yasmin bahagia sekali. Ini kali pertama ia menghabiskan malam di Seoul. Tempat artis-artis idolanya tinggal. Karena artis-artis itu jugalah akhirnya Yasmin memutuskan tinggal mandiri di Korea bersama sang kakak. Alhasil, karena Yazid sangat sayang pada adiknya, ia menurut saja. Yazid juga suka Korea semenjak adinya ini mengirimkan link video boyband idolanya.Saat meonton,  Ia tertarik begaimana boyband itu menari.

Sampai di Supermarket ia memilih-milih sofa warna yang rencananya akan ia taruh di kamar da ruang tengah. “Abang, warna biru kita taruh di ruang tengah ya?” tanya Yasmin.

“Eh, satu lagi ambil warna kuning. Biar kaulah yang duduk di sana.”

“Ayo, ke sana!” Yasmin lalu pergi menuju tempat dimana ia bisa memilih-milih figura untuk foto-foto hasil jepretannya, membeli karton besar yang akan ditempeli semua hal kesukaannya, ia membayangkan bagaimana kamar itu nantinya.

“Aduh adek, bagaimana pula kau nak bawa ini semua pulang?”

“Gini aja, abang panggil truk jasa pengiriman barang itu. Aku masih mau cari sweater, dulu bang.”

“Nah kau pulangnya bagemane? Kau ingat jalan tak?” Raut wajah Yazid terlihat cemas.

“Udahlah abang nggak perlu khawatir. Aku cuma pergi deket-deket sini aja. Yasmin pasti inget jalannya.”

“Tapi adek hati-hati ya?”

“Iya abangku sayaanng.” Yasmin lalu pergi meninggalkan Yazid yang menunggu mobil pengantar barang. Matanya masih saja mengikuti kemana Yasmin berjalan. Ia masih tak tega membiarkan adiknya berjalan-jalan sendirian di Seoul. Apalagi, Yasmin belum mengenal seorang pun di Korea. Tapi pelan-pelan Yazid berusaha menumbuhkan rasa percaya pada adiknya. Adiknya bukan orang yang lemah dan bodoh yang harus diawasi kemana ia pergi. Adiknya itu pemberani.

***

Ia baru saja keluar dari toko buku. Membawa setumpuk buku yang didekapnya agar ia juga merasa hangat. Menganggap buku itu merupakan barang berharganya dan tak ingin kehilangannya.

BRUUKK…

Semua buku jatuh dari pelukannya. Seorang gadis yang juga sebaya menabraknya.

“Maafkan aku, oh.. I sorry. Im really sorry. Are you okay? Am i make you getting hurts? Where?” Yasmin sangat merasa bersalah.  Mencoba menata kembali buku-buku yang berserakan di trotoar.

Gadis itu justru tersenyum ramah. “Nevermind, It just little accident. Dont think it too much.”

Oh tidak, dia gadis yang baik, pikir Yasmin. “Once again, i am so sorry. Okay, uhm maybe it sound not a polite action. But I am newbie here. Can you show me where i can get a sweater with cheap price? Hehehe.”

“Hahah, okay then you can follow me.” Gadis itu tulus. Ia tak marah sama sekali. Ia masih memberi Yasmin senyum terbaiknya.

Yasmin mencoba mensejajari langkah gadi itu. “Hey, what your name? Can we now each other?”

“Of course. I am Nareen. Actually i m not Korean, like the way you are. Thai girl. Now, you?” Gadis yang bernama Nareen menyodorkan tangannya dan mengajak Yasmin bersalamam.

“Yasmin here.” Yasmin memberikan senyum manisnya. ”Hey, i also not from this country. I came from Indonesia. Do you know it?” tanya Yasmin merepet. Sebenarnya ia yakin kalau Nareen tahu negara nya. Hanya salah satu trik keramah tamahan orang Jawa.

“ You mock up me ya? Of course I know.  When I studying geographic in JHS, i had to mention Indonesia as the one of Thai’s border. Altough it doesnt really close with my country, haha but we must said ‘Malaysia, Singapore and Sumatra.’ Am I spell right?” tanyanya.

Yasmin mengamati gadis itu. Dari ujung rambutnya hingga ujung kaki. Rambut gadis itu coklat dan seperti di high-light merah sebahu. Walacaupun sebenarnya tidak. Matanya coklat dan dalam. Hidungnya tak seberapa bangir tapi sempurna. Kulitnya kuning khas orang Thailand. Ia cantik. Senyumnya manis walau tanpa gula. Dan meski tingginya hanya sebatas mata Yasmin, ia terlihat proporsional dan… umm, anggun.

Menyadari Yasmin memandanginya, mau tak mau Nareen juga mengamati Yasmin dengan rambut hitam legam bergelombang  yang dikuncir ala Prancis. Mata yang berbinar dan alisnya yang tebal. Hidungnya yang bangir. Kulitnya yang putih kekuning-kuningan. Raut mukanya yang tegas dan kokoh. Menurut Nareen, Yasmin mungkin lebih tua satu-dua tahun darinya karena tingginya seitar 15cm diatas Nareen. Satu hal tergambar jelas di wajah Yasmin, ia bukan tipe cewek manja dan centil.

Yasmin menelengkan kepalanya, “Hello? Any soul still alive there?” Yasmin mengibas-ibaskan tangannya di depan muka Nareen.

“ Oh, eh sorry. By the way, now 7 pm. I must do my duty? I am sorry i can accompany you. But you only go straight from here and turn right at the first crossroads, okay?”

“ May i know your duty?” tanya Yasmin penasaran.

“ Uhmm… Do my pray. You now, muslim must to do namaz.”

“ We have many similarity. Can i with you? I am sure i am also muslim too.” Mata Yasmin makin berbinar dan lesung pipit yang luput di lihat Nareen nampak di pipi kanan Yasmin.

Akhirnya mereka mengerjakan kewajiban seorang muslim di sebuah musholla dekat taman. Untung saja disana disediakan mukenah. Jadi Yasmin tak perlku bergantian dengan Nareen.

Mereka melanjutkan rencana awal, membeli sweater untuk Yasmin. Sekarang Yasmin sudah memakai Hoodie lucu warna pastel lembut. Mereka berhenti di kedai pinggir jalan yang menyediakan gimbap atau sushi Korea.

“ Its too hard to find halal food here. Many Korean cuisine made from pork and many of it contain alcohol. The alternative usually my family visit Indonesian restaurant. I love how they serve vegetable named, what? Gado-gado?” tanya Nareen. Mendengar bagaimana Nareen mengeja Gado-gado seperti gei-doh gei-doh Yasmin cekikikan sendiri.

“ Okay, spell indonesia is different with english. How you spell A in Indonesia and A(ei) in English.”

“ This is right or not? SA-TE?” tanya Nareen dengan muka kocak.

“ Better than you spell Sei-Ti. Ahahaha…”

“Eh, it going night. I must go to home soon. Hope we can met again ya?” Nareen berjalan tergesa-gesa. Yasmin murung menatap kepergian Nareen. Nareen sangat cocok dengannya. Yasmin tahu bahasa Inggrisnya masih comot sana-sini. Tapi Nareen tak menghiraukannya. Yasmin cocok dengan Nareen. Ia lalu berjalan pulang. Untungnya mereka berpisah di tempat mereka bertemu, jadi Yasmin mudah mengingat jalan kembali pulang ke Apartmentnya.

Yazid duduk bersedekap di kursi biru yang baru mereka beli, membiarkan kursi kuning milik naren masih terbungkus plastik sambil menonton TV.

“ Ihh abang engga  natain punya adek juga? Barang-barang yang baru di beli juga di biarin ngejogrok depan pintu.” Yasmin pengen banget marah sama Yazid yang dengan cueknya membiarkan barang-barangnya berserakan.

“ Sapa suru kau pulang telat? Udah salah isya belum kau?” tanya Yazid cuek. Matanya masih terpaku pada layar TV berbahasa Korea. Yasmin makin dongkol ketika abangnya itu cuma bertingkah. Ngapain juga abang nonton siaran bahasa Korea? Abang aja di Korea ngomong pakai bahasa Inggris, -sungut. yang bisa ngomong Korea cuma Yasmin deh, bang.

“ Udah,bang. Udah. Yasmin udah shalat sama temen baru Yas..” kalimat Yasmin sontak terpotong karena Yazid buru-buru memalingkan muka penuh kekhawatiran.

“Kau cakap ngan strangers lagi? Budak tu cewek ato cowok?”

“Abang over protective tau tak? Yasmin 15 tahun bang. Halooo.. udah kategori dewasa di bungkusnya obat.”

“ Eh sape je yang bilang? Korang tu masih banyak tingkah kaya children lah.”

Yasmin bersungut-sungut. Ia sayang dengan Abangnya ini. Tapi Yazid sering terlampau over protective dan itu membuat Yasmin risih. Yasmin bukan tipe orang yang harus setiap saat dilindungi.

***

Hehehe… boleh lo di komment kalo ada yang salah 🙂

3 comments on “ABCDEFGH Story (Chap. 1)

Leave a comment